Budak dunia. Jika mendengar dua kata itu, apa yang akan terlintas dalam benakmu?
Budak dunia seringkali dikaitkan dengan manusia yang gila harta, manusia yang rela melakukan apa saja asal harta didapatkan. Tapi, benarkah begitu?
Jika menilik lebih jauh, mungkin kita akan sadar bahwa ternyata budak dunia tak hanya terbatas pada orang yang tergila-gila dengan harta saja. Meskipun itu juga salah satu contoh seseorang yang telah menjadi budak dunia.
Namun, hal sederhana yang kadang kita remehkan, ternyata bisa menunjukkan bahwa kita adalah budak dunia, misalnya saja ketika adzan berkumandang tapi kita masih sibuk dengan kegiatan duniawi, entah itu scroll instagram, bercanda ria bersama teman, atau malah tidur-tiduran saja. “Ah nanti-nanti saja, kan masih panjang waktu solat”.
Padahal tak ada yang tahu, bisa jadi beberapa detik setelah adzan justru adalah waktu Allah memanggil kita, lalu kalau sudah begitu bagaimana? Celaka kita.
Terlalu mencintai urusan dunia, akan menyebabkan kita lalai dari kewajiban menjadi seorang hamba. Kita tak dituntut untuk meninggalkan dunia sepenuhnya, dan malah diperintahkan menyebar di muka bumi, tapi itu tak lantas membenarkan tindakan kita menyepelekan urusan akhirat. Masalah solat, hanya salah satu contoh kecil saja. Belum lagi hal-hal yang lain. Hal kecil yang kita sepelekan, justru bisa menjadi bumerang yang lebih besar di kemudian hari.
“ah gak apa-apa, kan cuma gitu, dosanya gak banyak”
“bohong dikit gak apa-apa kali ya”
“nanti aja deh solatnya, kan bisa tobat”
“masih mau main-main dulu, nanti aja deh belajar agama”
Hal kecil saja bisa menjadikan kita budak dunia, konon dengan hal yang lebih besar.
Jika kita berbicara mengenai syari'at, seringkali manusia justru kalah dari hawa nafsunya, seperti tentang jilbab yang menjadi kewajiban dari muslimah, atau batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan, masih saja banyak yang menganggap enteng dengan hukumnya, padahal jelas perintah dan larangannya.
Sungguh berat tantangan umat akhir zaman ini, memahami aturan akhirat tapi malah mengabaikannya, bukankah itu adalah budak dunia yang sesungguhnya?
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS Al-Ankabut ayat 64).
Dalam kehidupan sehari-hari, telah banyak pengingat yang datang kepada kita, dari mulai orang yang tak kita kenal, rekan sejawat, ataupun saudara kerap mengabarkan sebuah kabar kepulangan seorang hamba kepada Rabbnya.
Tapi kita sering lupa, bahwa itu adalah sebuah peringatan. Hari ini, kematian bahkan tak cukup untuk mengingatkan kita akan tanggung jawab yang harus dipikul di akhirat. Kita sering lupa, bahwa hidup ada batasnya. Hingga kerap kali melanggar batas-batas syari’at yang telah ditetapkan, dan malah menjadi budak dunia tanpa disadari.
Meskipun telah nyata Allah memperingatkan kalau dunia bukanlah tempat untuk kita menetap, nyatanya Al-qur’an seringkali terlewat untuk diingat.
Mulai hari ini, kita harus mengingat kembali di setiap aktivitas, bahwa dunia ini adalah persinggahan. Setelah singgah, kita akan diminta jawaban dari pertanyaan: “ngapain aja di sana?”.
Apa yang salah dan benar adalah mutlak, dan kita tak akan bisa mengelak dengan jawaban “gak ada” atau “gak ngapa-ngapain”. Jatah hidup kita dipersingkat, masih mau main-main dengan syari’at?
Biodata Penulis:Sri Rizki Hardianti, akrab disapa dengan panggilan Kiki. Penulis merupakan seorang pengajar kimia yang telah menerbitkan 9 buku antologi. Selain mengajar, ia menghabiskan kesibukan dalam dunia blog dan youtube. Saat ini, ia tergabung dalam beberapa komunitas dan organisasi seperti Blogspedia, Blogger FLP, NgeShortsBareng, Klinik Nikah Medan, dan FLP Medan. Beliau sering membagikan tulisan di kikichemist.com. Ingin kenal lebih dekat? Silakan kunjungi akun instagram @kikirizki333
Share This :
0 comments