Mari kilas balik
sejenak. Masih ingatkah kita, minta tolong kepada anak untuk membeli bahan
dapur di warung dekat rumah, walau terkadang datang sendiri sekalian
bersilaturahmi. Meskipun online shop dan
minimarket berjamuran, toko kelontong
masih eksis di kalangan ibu – ibu rumahan dalam memenuhi kebutuhan sehari –
hari. Lokasi dekat rumah, harga terjangkau, serta berdalil bantu kawan menjadi
alasan konsumen masih setia berbelanja di sana. Apalagi kalau sambil bertukar
cerita. Tak mengapa tidak mendapatkan pelayanan pendingin ruangan, asalkan
masih bisa ngobrol bersama-sama, itu sudah cukup.
Apakah Toko Kolontong dan Minimarket Itu Berbeda?
Sebelum dibahas
lebih lanjut, wajib kita pahami bersama bahwa toko kelontong dan minimarket merupakan jenis yang berbeda.
Toko kelontong adalah toko yang menjual kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari –
hari secara eceran [1]. Sedangkan, definisi minimarket
sama halnya dengan toko kelontong, tetapi dipoles lebih modern secara
penampilan fisik serta pelayanan. Secara sederhana, contoh dari toko kelontong
yaitu warung di sela – sela gang maupun pinggir jalan, kemudian contoh minimarket yang mudah kita temui yaitu Indomaret
dan Alfamart.
Bagaimana Kondisi Toko Kelontong saat Pandemi?
Sekarang, kita perhatikan kondisi keduanya saat pandemi. Tenang, nasib minimarket tidak perlu dikhawatirkan, karena telah dipayungi profesionalitas manajemen yang dimiliki. Tetapi, bagaimana dengan toko kelontong yang kian sepi pembeli? Mengingat kini masih heboh penerapan physical distancing, konsumen enggan melakukan transaksi langsung di pasar secara fisik, rawan tertular katanya. Alasan tersebut didukung Azwar selaku Pelaksana Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan. Ia menyatakan bahwa pembatasan aktivitas masyarakat atau biasa kita sebut stay at home dapat menurunkan permintaaan secara agregat hingga berakibat pada penurunan omset [2]. Buktinya, Diana Dewi selaku Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta juga menegaskan bahwa perubahan kebiasaan masyarakat seperti itu, berhasil menurunkan 75% omset penjualan UMKM, satu di antaranya yakni toko kelontong [3].
Lalu, Bagaimana Dampak dan Solusinya?
Perlu kita sadari bersama, tragedi anjloknya omset toko kelontong dapat berujung gulung tikar. Anggap saja benar terjadi, bukan hanya kegelisahan ibu – ibu rumahan semakin menjadi – jadi, tetap juga sebagai penyumbang pengangguran di Indonesia ini. Untuk itu, perlu adanya langkah konkret yang ditopang relevansi etika bisnis terkini. Bagaimana solusinya? Hardilawati menyebut digital marketing dan penggunaan media sosial dapat mendongkrak omset UMKM [4]. Sah – sah saja kita mulai bersahabat dengan teknologi, berhubung dunia sudah tersentuh era revolusi industri 4.0.
Sayangnya, banyak kasus negatif yang mencoreng nama baik digital marketing dan penggunaan media sosial, seperti penipuan tampilan produk, perbedaan harga, dan lainnya. Berangkat dari permasalahan tersebut, perlu sebuah pemahaman dan penerapan etika bisnis yang tepat agar perdagangan berjalan tanpa hambatan. Sebagai seorang Muslim, hendaknya kita sadar bahwa perniagaan tak sekadar meraup keuntungan dunia semata, tetapi juga mencari keberkahan di dalamnya. Jadi, meskipun pemasaran produk dibantu teknologi, rambu – rambu syariat tetap tidak boleh dilanggar.
“Hmm, Sepertinya Bakalan Kaku, Deh”
Kaku, rumit, terkekang, dan jutaan anggapan negatif lain sudah terlintas di kepala ketika seseorang ingin melakukan sesuatu sesuai ketentuan agama. Jujur saja, saya berani katakan tidak akan sekaku yang kita bayangkan. Mengapa? Karena aturan yang ditetapkan Islam bukan untuk mempersulit manusia, melainkan sebaliknya.
Apa Itu Etika Bisnis Islam?
Ada baiknya kita kenalan dulu dengan etika bisnis Islam. Simpelnya, etika bisnis Islam berarti sejumlah perilaku etis ketika menjalankan bisnis yang berpedoman pada Al – Qur’an dan Hadis. Dalam berbisnis, Islam memberikan pedoman agar pelaku bisnis konsisten dan memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap produknya [5]. Maka, dibentuklah beberapa prinsip etika bisnis Islam bertujuan untuk meraup keberkahan serta keuntungan yang halal.
Catatan Sebelum Praktik
Sebaiknya, toko kelontong memiliki media sosial, minimal WhatsApp dan Instagram. Penulis menganjurkan kedua media sosial tersebut karena mudah dioperasikan serta banyak penggunanya. Kemudian, lebih baik toko kelontong dilengkapi layanan pesan antar agar memudahkan konsumen berbelanja. Pengemasan juga sebaiknya plastik dobel agar bagian dalam tetap steril dilindungi bagian luar. Jadi, sistemnya seperti ini:
1) Pelanggan melihat produk di Instagram toko kelontong.
2) Pelanggan memesan produk melalui chat WhatsApp maupun direct message Instagram. Penjual wajib memaparkan produk dengan detail serta harga yang disepakati.
3) Penjual mengantarkan produk sesuai pesanan dan menerima bayaran sesuai kesepakatan.
Seberapa Simpel Menerapkan Etika Bisnis Islam?
Berikut merupakan prinsip – prinsip etika bisnis Islam [6] serta penerapannya dengan melibatkan digital marketing dan penggunaan media sosial untuk mendukung pemasaran toko kelontong saat pandemi:
1. Jujur dan Transparan
Terdengar mudah, tetapi sangat mahal. Sekarang,
banyak tampilan produk di Instagram yang tidak sesuai aslinya. Bahkan, kecacatan
produk pun disembunyikan.
Penerapan : Instagram menampilkan produk asli dan detail yang
sesuai.
Contohnya :
a)
Apabila toko
kelontong Anda menampilkan produk gula seberat 1 kg di Instagram dengan harga
Rp10.000, maka ketika konsumen membeli produk tersebut, takaran gula harus 1 kg
dan harganya harus Rp10.000.
b)
Apabila toko
kelontong Anda menjual sayur-mayur, katakan kualitas yang sebenarnya kepada
konsumen, apakah masih segar atau sudah layu, apakah baru datang dari kebun hari
ini atau datangnya kemarin.
2. Tertib Administrasi
“Ngutang dulu ya,” merupakan ucapan yang sering
terdengar bagi yang berbelanja di toko kelontong. Akan tetapi, perlu ada
pencatatan utang saat masa pandemi sekarang ini agar usaha tidak hancur karena
bon.
Penerapan : Pesan chat pembeli
yang berutang dapat diberi bintang agar tidak terpendam pesan – pesan lain,
kemudian direkap di buku khusus.
3. Menepati Janji
Masalah ini sering terjadi pada layanan pesan antar.
Pesanan konsumen sudah disepakati diantar jam sekian, tetapi tidak sesuai
jadwal. Hal ini tentu mengurangi kepercayaan konsumen.
Penerapan : Sediakan buku khusus untuk mencatat jadwal
pengantaran yang disepakati. Selain itu, cobalah untuk disiplinkan diri demi
menjaga kepercayaan konsumen.
4. Membangun Hubungan Baik dengan Konsumen
Islam sangat memerhatikan kebersamaan. Gunakan media
sosial untuk membangun branding toko
kelontong dengan kepedulian sesama sebagai ikatan persahabatan.
Penerapan :
a)
Berikan voucer
diskon bagi pelanggan setia.
b)
Catatlah tanggal
ulang tahun konsumen, kemudian berikan ucapan selamat dan diskon kepadanya.
c)
Kirimkan ucapan
selamat hari raya melalui pesan WhatsApp.
5. Menjual Barang Bermutu Bagus
Banyak produk bermutu rendah yang sengaja dijual
murah. “Sayang kalau dibuang,” katanya. Padahal, Islam sangat melindungi hak
konsumen agar mendapat produk yang memiliki kualitas bagus.
Penerapan :
a)
Pisahkan produk
yang sudah kedaluwarsa dan jangan tampilkan di Instagram.
b)
Sebelum
mengantar produk ke lokasi konsumen, pastikan dahulu belum melewati batas
kedaluwarsa.
c)
Jual produk yang
halal, jangan menjual produk haram, so
simple, right?
Cukup Mudah, Bukan?
Demikianlah,
semoga lima etika bisnis Islam serta penerapannya yang sudah diuraikan di atas
dapat bermanfaat bagi pelaku toko kelontong. Awalnya, itu pasti merasa berat,
tetapi perniagaan yang berkah akan meningkatkan
kepercayaan konsumen serta mendatangkan manisnya nikmat kehidupan dunia dan
akhirat.
Sumber Referensi
1. Arnisyah, Rina. 2020. “ANALISIS DAMPAK KEBERADAAN MINIMARKET TERHADAP KELANGSUNGAN USAHA TOKO KELONTONG”. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49765/1/Rina%20Arnisyah%201113015000064%20watermark.pdf. Diakses [9 September 2020].
2. Azwar. 2020. Solusi Ekonomi dan Keuangan Islam Saat Pandemi COVID-19. https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel-dan-opini/solusi-ekonomi-dan-keuangan-islam-saat-pandemi-covid-19/. Diakses [9 September 2020].
3. Nababan. 2020. Omset UMKM Anjlok 75 Persen karena Corona. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200806152335-92-532902/omzet-umkm-anjlok-75-persen-karena-corona. Diakses [9 September 2020].
4. Hardilawati, Wan. 2020. “Strategi Bertahan UMKM di Tengah Pandemi Covid-19”. Jurnal Akuntansi dan Ekonomika, Vol. 10, No. 1, Juni 2020. http://www.ejurnal.umri.ac.id/index.php/jae/article/view/1934/1223. Diakses [10 September 2020].
5. Hulaimi, Sahri dan Huzaini. 2017. “Etika Bisnis Islam dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan Pedagang Sapi”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2020. http://journal.febi.uinib.ac.id/index.php/jebi/article/downloadSuppFile/64/70. Diakses [9 September 2020].
6.
Hulaimi, Sahri dan Huzaini. 2017. “Etika Bisnis Islam dan
Dampaknya Terhadap Kesejahteraan Pedagang Sapi”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol. 2, No. 1, Januari – Juni 2020. http://journal.febi.uinib.ac.id/index.php/jebi/article/downloadSuppFile/64/70. Diakses [9 September 2020].
Tentang Penulis Aryadimas Suprayitno, seorang mahasiswa Universitas Sumatera Utara Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan. Hanya seorang pemuda yang memiliki hobi seperti anak TK, yaitu membaca dan menulis. Mahasiswa yang memiliki moto hidup ‘Tebar Manfaat Setiap Saat’ ini dapat dihubungi melalui Instagram @mas.aryaak, Gmail aryaardi135@gmail.com, serta kontak WhatsApp 0857-6270-5278.
0 comments