Setiap orang punya motivasi sendiri untuk produktif sesuai
passion. Tak terkecuali bagi seorang penulis. Dari sekian wawancara
profil yang pernah saya lakukan, motivasi pria kelahiran Desember ini cukup
menyentuh, ia menulis untuk keluarga.
Ya,
itulah yang dipaparkan Abdi Siregar, pria berkacamata kelahiran Siantar ini.
Jika banyak orang menulis untuk berdakwah, bisa menebar manfaat, untuk memiliki
nama, Abdi menulis hanya agar kelak anaknya bisa membaca buku yang ditulis oleh
ayahnya. Ia benar-benar berusaha menjadi
sosok idola, sosok yang memotivasi dan teladan bagi anak-anaknya.
Pria
yang kini mengajar di Pondok Pesantren Al-Khoir, Padang Lawas ini telah
berkarya dalam beberapa buku. Yaitu Novel Mengejar Impian Ayah, Novel Negeri
para Bintang, Kumpulan Cerpen Masjid Dari Surga, Kumpulan Cerpen Yang Tak Kasat
Mata dan dua buku antologi. Kesibukannya
mengajar dan membimbing anak-anak pondok, tak menyurutkan langkahnya untuk
produktif menulis. Ayah dari Mumtaz dan Haura ini selalu mengambil tema tulisan
tidak jauh dari kesehariannya. Seperti novel
"Mengejar Impian Ayah" - memang terinspirasi langsung dari sang ayah
dan novel "Negeri Para Bintang" yang menggambarkan dari pengalamannya
ketika menjadi santri. Ini membuat novelnya cukup mengaduk perasaan
pembaca, sehingga pembaca hanyut dalam alur cerita. Terbukti dari jumlah
penjualan kedua novelnya yang tembus angka seribu eksemplar. Angka yang cukup
membanggakan.
Dalam
proses menulis, anak sulung dari pasangan Erni Wati dan Alm. Mara Sundutan
Siregar ini, membaca beberapa novel yang menginspirasi, yaitu Tasaro GK dan Dee
Lestari. Ia juga rajin membaca buku motivasi menulis dari Asma Nadia atau Helvy
Tiana Rossa. Ini dilakukannya ketika stagnan dalam menulis, disamping juga
mendengar murotal Quran sebagai ketenangan hati.
Hal
menarik yang saya tangkap dari suami Ronaliana Harahap ini adalah ia senang
menonton film horor. Kesenangannya ini pun dituangkannya dalam kumpulan cerpen "Yang
Tak Kasat Mata" . Banyak hal mistis yang dialaminya sendiri, lantas
dituangkan dalam bentuk buku. Genre buku
barunya ini disambut hangat oleh penikmat buku.
Kini
ia tidak hanya ingin menulis sendiri, ia melibatkan murid-murid pondoknya untuk
ikut menulis hingga membuat sebuah antologi. Ia pun sempat membuat komunitas di
daerahnya tinggal, hingga akhirnya ia bisa membuka cabang komunitas menulis
Forum Lingkar Pena (FLP) untuk daerah Padang Lawas. “Bagiku FLP sudah mengakar
dalam diri. Jadi janji sama diri sendiri, dimana pun berada harus menggerakkan
literasi,” jawab pria yang terkenal ramah saat ditanya perihal pembukaan FLP.
Penulis
yang menerbitkan bukunya secara indi ini, tetap optimis untuk terus berkarya
lewat buku, meski kini banyak orang beralih pada media digital. “Masih banyak
yang lebih suka baca buku. Yakin saja yang kita tulis untuk kebaikan. Buku itu
punya takdir, pasti akan berjodoh dengan pembacanya,” yakin penyuka novel Ahmad
Fuadi ini.
Bukankah novel mengejar impian ayah mau ada lanjutannya ya?
BalasHapusIzin saya ambil untuk Ensiklopedia Sastra Sumatera Utara BBSU ya.
BalasHapus