Membahas tentang keadilan memang tidak ada habisnya.
Tragedi keadilan seakan semakin menunjukkan eksistensinya dalam mewarnai wajah
hukum terutama di Indonesia. Banyak sekali kasus yang kita lihat dalam berita
yang menunjukkan akan ketidakadilan yang ada di negeri ini. Keadilan
menjadi syarat mutlak dalam hubungan antar manusia, dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Besarnya tuntutan akan keadilan yang
akhir-akhir ini merupakan tuntutan normatif. Tuntutan
tersebut muncul pada semua tingkatan kehidupan sosial. Apakah ini indikasi
bahwa sekarang tidak ada keadilan? Bila memang demikian keadaannya, mengapa
selama ini kita bisa bertahan?.
Masalah
yang sesungguhnya bukan ada tidaknya keadilan tetapi lebih dikarenakan
formulasi keadilan. Mengapa?
Keadilan dapat dilihat dari berbagai sudut. Pada tingkatan moral, keadilan
menjadi nilai yang sangat dijunjung tinggi oleh segenap lapisan masyarakat.
Pada tingkat operasional di dalam masyarakat masalahnya menjadi sangat kompleks
dan sulit serta sering tidak mudah diterima oleh berbagai kalangan masyarakat.
Pada tingkat individu, keadilan juga sulit diformulasikan. Makin sulit
menemukan orang yang benar-benar memegang keadilan sebagai nilai kehidupan dan
moralitas yang dijunjung tinggi.
Di
sini penilaian keadilan tidak hanya tergantung pada besar kecilnya sesuatu yang
didapat (outcome), melainkan dilihat dari cara
menentukannya dan sistem atau kebijakannya. Perdebatan tentang keadilan telah
melahirkan berbagai aliran pemikiran hukum dan teori-teori sosial lainnya. Dua
titik ekstrim keadilan adalah
keadilan yang dipahami sebagai sesuatu yang irasional sedangkan dititik lain dipahami secara rasional.
Tentu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik ekstrim
tersebut.
Banyak sekali teori yang dmunculkan dari para pemikir filsafat contohnya
Aristatoles, John Rawls, Hans Kelsen dan pemikir lainnya yang sudah penulis rangkum. Aristoteles
menegaskan bahwa keadilan adalah inti dari hukum.
Baginya, keadilan dipahami dalam pengertian kesamaan, namun bukan kesamarataan.
Membedakan hak persamaannya
sesuai dengan hak proporsional.
Kesamaan proporsional
memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi
yang telah dilakukannya.
Arietoteles juga membedakan dua macam keadilan, keadilan “distributief” dan
keadilan “commutatief”. Keadilan distributief
ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Sedangkan keadilan commutatief memberikan sama banyaknya
kepada setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya.
John Rawls dengan teori keadilan sosialnya menegaskan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung. John Rawl terhadap konsep “posisi asali” terdapat prinsip-prinsip keadilan yang utama, diantaranya prinsip persamaan, yakni setiap orang sama atas kebebasan yang bersifat universal, hakiki dan kompitabel dan ketidaksamaan atas kebutuhan sosial, ekonomi pada diri masing-masing individu.
Hans Kelsen
mengemukakan keadilan sebagai pertimbangan nilai yang bersifat subjektif.
Sebagai aliran positivisme mengakui juga bahwa keadilan mutlak berasal dari
alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda atau hakikat manusia, dari penalaran
manusia atau kehendak Tuhan. Pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu
peraturan umum adalah “adil” jika ia benar-benar
diterapkan, sementara itu suatu peraturan umum adalah “tidak adil” jika
diterapkan pada suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa.
Sesungguhnya para pemikir di atas sudah tertuang semua di dalam Al- Qur’an dan
Hadits yang merupakan kitab suci dan pegangan umat Islam. Dimana Islam
memerintahkan kepada setiap manusia untuk berbuat adil atau menegakkan keadilan
pada setiap tindakan perbuatan yang dilakukan. Dalam QS An-Nisaa ayat 58 yang
artinya sesungguhnya Allah menyuruhmu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan menyuruh kamu apabila
menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan
pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha mendengar dan Maha melihat. Dan di dalam
hadist telah disebutkan tentang konsep keadilan misalnya keadilan dalam
pendidikan Nabi Muhammad SAW bersabda: Tholabul ilmi farîdhotun
'alâ kulli muslim. (HR. Ibnu Majah).
Konsep keadilan di dalam ayat Al-Qur’an dan Hadist menyuruh kita untuk
berbuat adil dalam sesama. Adil dalam arti sempit adalah menempatkan segala
sesuatu pada tempatnya. Seandainya di negara kita terjadi
pemerataan keadilan maka penulis
yakin
tidak akan terjadi protes yang disertai kekerasan, kemiskinan yang berkepanjangan, perampokan, kelaparan, gizi
buruk dan lain-lain. Untuk
itu, keadilan wajib ditegakkan, di dalam maupun di luar wilayah pradilan.
Karena memberikan keadilan kepada yang berhak menerima merupakan sebuah amanah
ynag wajib dijalankan.
Untuk itu sebagai penegak hukum memberikan keadilan kepada yang meminta
keadilan merupakan sebuah amanah yang harus dijalankan, amanah yang tidak
dijalankan merupakan sebuah kezaliman. Karena kaki dibalas dengan kaki, tangan
dibalas dengan tangan dan nyawa dibalas dengan nyawa. Demikianlah
Islam menghendaki agar supremasi hukum benar-benar ditegakkan. Upaya penegakan
hukum tidak pernah pandang bulu, pemberlakuannya harus objektif bukan
subjektif. Dengan kata lain objektivitas di depan hukum berarti menganggap
setiap orang siapapun ia dan apapun jabatannya akan selalu sama di hadapan
hukum. Bukan sebaliknya, bersifat subjektif. Dengan kata lain hukum akan
tergantung pada siapa orangnya dan apa jabatannya. Jika orang yang melakukan
kesalahan rakyat biasa maka hukum cepat ditegakkan, sebaliknya jika yang
melakukan kesalahan adalah orang-orang yang berpengaruh, maka hukum dapat
diatur sesuai dengan kepentingan mereka. Keadilan di depan hukum mutlak
diperlukan karena dengan itu setiap orang akan merasa terlindungi meskipun
berasal dari status sosial yang rendah.
Dengan menegakkan sesuai yang ada di dalam Al-Qur’an penulis yakin akan
terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat yang mengamalkan pedoman utama
bagi kita dalam menjalani hidup yang fana ini dan signifikan
dalam memelihara keseimbangan masyarakat dan dapat menjamin kesejahteraan antar umat beragama di dunia.
BIODATA PENULIS
Rizky
Ananda Hasibuan.. Dilahirkan di Air Joman, Kabupaten Asahan,Pada tanggal 28 Agustus
1999. Menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 018446 Tanjung Alam pada tahun 2011,
MTsN Kisaran tahun 2014, MAN Kisaran pada tahun 2017 dan melanjutkan S1 Jurusan
Fisika prodi Pendidikan
Fisika di Universitas Negeri Medan sejak Tahun 2018 sampai
sekarang.
0 comments